Jumat, 15 Oktober 2010

SEPENGGAL KISAHKU

“Wahai Tuhan Sang penguasa jagat, haruskah Hamba terpuruk dalam cinta yang sesaat ini? Cinta yang kutemukan setelah sekian lama terhempas oleh rasa sakit yang teramat hingga membuatku gila dalam sekejap, ataukah ini adalah nikmat dibalik rahasia untuk kebahagiaan Hamba?”
Itulah yang selalu kupertanyakandalam setiap sujud panjangku dalam kesunyian malam. Tampa kusadaripun, butiran-butiran luka itu mengalir menmani Dzikir lail-ku. Makin lama,
makin terasa nikmat Kasih Tuhan merengkuhku dalam semilirnya angin sayup dari celah jendela kamar ijoe-ku. Hingga tak ada yang kurasakan lagi selain penyesalan yang teramat menyakitkan karena telah membuat orang-orang di yang kusayangi sedih dan terluka. Dulu, sebelum kuberanikan diri untuk menjelajahi arungan kasih yang baru…
 
Oktober 2001
Drettt…drettt…drettt. 1 Pesan baru. Dari nomer baru pula. “selalu saja”.seruku pelan. Entah kenapa, biasanya aku malas membuka pesan dari nomer asing. Tapi, entah kenapa setelah merapikan sejadah ba’da shalat Ashar aku langsung membacanya.
 
Sender:
08564XXXXXXX
Hai w0k…
leH Knal g? 
 
Dengan senang hati ku sambut silaturrahminya yang ternyata adalah adik temanku sendiri.
Seiring berjalannya waktu, tampa kusadari kami begitu dekat. Dia mampu menghapus luka yang selama ini kuderita. “dia” telah memberikan kebahagiaan dan perasaan yang mendalam dalam jiwaku. Suatu saat kuberanikan diri untuk mencari jawaban keresahan hatiku yang kian tak menentu…
Ku ketikkan SMS padanya :” La, Apakah Masih Ada Ruang Kosong Dalam Hatimu?” tak seberapa ku Send, HPku Memekik. “Ada.” SMS yang sangat simple sekaligus mengejutkan membuatku semakin termotivasi untuk melanjutkan maksud hatiku..
“Kalau begitu, bolehkah Aku mengisi Ruang Kosong itu??” hanya membutuhkan 3 menit untuk membuat jantungku berdegub Kencang. Balasan SMSnya berisi “Dengan Senang Hati”.
Alangkah senangnya. Bagaimana tidak, sang pengobat luka itu akhirnya mau menyambut niat baikku. Selepas dari pengembaraanku di Negeri Orang ini aku ingin melanjutkan niat tulusku ini pada ikatan yang Halal menurut Syara’.
 
Oktober 2002
Sejak kumengealnya hanya dengan udaralah aku bisa menyampaikan rasa rindu ini. Malam adalah waktu sunyi-sunyiku yang tampa resah tetap mengahantuiku. Bintang yang menari di kejauhan turut tersenyum, bulanpun memanggilku rasanay uintuk tetap bermain denagn lentiknya jemariku. Namun kutak tahu kapan kita bias bertemu dalam nyata sedang dalam mmimpipun aku tak dapat menjumpaimu.
Wahai angin, sapalah dia dengan kelmbutan helusanmu dan haturkan sambutan rinduku ini pada hatinya. Tapi, kumohon jangan terlalu lama membisikkan salamku padanya karena aku adalah seorang lelaki pencemburu. Karena satu bait dari kata-katanya begitu berharga aalagi seribu bahasa indah untukku. Tapi kata-kataku tak mungkin berarti untuknya apalagi seribu bahasa, pastilah akan sangat membosanka. Untumu ku haturkan salam dariku yang tak bisa melupakanmu…
Cinta yang terjalin di dunia maya ini sangatlah unik. Kami sama tidak menetahui wajah antara satu dengan yang lain, tapi salling mengerti. Sekali waktu itu aku bertatap sesaat sebelum keberangkatanku ke negeri orang. Walau hanya sesaat tapi sangat berharga dan berkesan tentunya. Dia mengantarkanku. Dengan berbekal senyumnya aku melangkah di dunia baruku dengan penuh semangat dan harapan sepulangnya nanti aku akan pulang dan menggandengnya secara halal. Amien.
 
November 2002
Usai pemberangkatanku itu, sudah satu purnama ini aku berada di negeri orang. Mengais ilmu dan reruntuhan semangat yang sempat rubuh karena kegagalan cinta di masa lalu. Jejak waktu meluapkan beribu kisah yang sebenarnya penuh dengan ribuan makna sejuta arti. Senyap pekat menyelimuti pualam duka menilaukan gurindam sajak tentang asri nada-nada rindu yang melelehkan asmara syahdu dari nirwana. Kulukiskan carik tinta yang pekat di haltaran kertas yang mulai memudar itu hanyalah sebuah ungkapan kegersanganku di bawah permadani yang mulai lusuh bersama jejak-jejak waktu yang telah merapuh.
Duhai mimpi yang kian menjelma dalam kesepianku, kuhaturkan sajak rindu ini dan haturkanlah padanya lewat dedaunan yang melambai mesra oleh sentuhan semilirnya sang malam. Karenanya aku mengenal dunia lebih dalam. Mengenal warna-warni dunia yang belum pernah ku singgahi, mengenal teman-teman baru yang penuh dengan tawa canda dan indahnya persahabatan. Akupun mulai merasa dunia ini penuh dengan misteri dan teka-teki kehidupan yang membuatku semakin penasaran untuk bertatap. Entah kapan. Tapi yang pasti “dia” takkna pernah bosan ku tuturkan pada sang ILahi Robbi agar Kami cepat dipertemuakan dalam keadaa apapun.
 
Desember 2006
Tiada kebahagiaan yang seperti ini selama perjalanan hidupku. Rauntauan di negeri orang akan segera berakhir dan aku akan segera berada dalam pangkuan ibunda tercinta dengan membawa bukti kesungguhanku selama ini. Aku lulus dengan nilai yang terbaik dari hasil skripsi yang membuat dosen penguji berdecak kagum. Semua karenamu Bunda,bunda,bunda, ayah..… dan “dia”.
Kepulanganku beriring dengan satu keinginan yang begitu besar. Mengabarkan keberhasilaku padanya. Ternyata doaku terkabul setelah sekian lama tak bertatap, akhirnya aku dapat melepas rinduku ini.
Bertepatan dengan ”Hari Jadi” tanah tumpah darahku, kami berjanji untuk bertemu. Kulalui jalan yang penuh dengan seribu rintangn juga sejuta harap, akhirnya kutemukan sosok yang begitu ku nanti dan selalu kubayangkan senyumnya dalam nyata selama empat tahun ini. Namun, senyum dan candanya menghilang. Wajahnya tertunduk seakan terbebani oleh sesuatu yang tak dapat diceritakan. Aku bingung. Harapan yang asalnya menggebu, seketika memudar oleh rasa Khawatir yang teramat.
Lama kami terdiam, kucoba untuk bertanya ada apakah gerangan hingga bidadari yang lama ku impikan ini tak menyapaku yang sedang dilanda rindu yang teramat. Dia hanya menjawa ”apa yang dapat aku bicarakan?”. Tamparan yang teramat sakit di ulu hatiku. Kecewa, ya itulah yang ku rasakan dan seribu tanya pun berkelebat di benakku. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Dia begitu jujur. Tapi, terus terang saja aku ingin dia berbohong dan bilang kalau sesungguhnya dia senang dengan kepulanganku dan dia pun merindukanku. Namun, apalah daya. “Mungkin dia Grogi”, hiburku dalam hati.
 
Januari 2006
Hanya sepekan keberadaanku di tanah air dimana bukanlah waktu yang cukup untuk melepas rindu setelah empat tahun ini. Tampa kusadari dalam waktu yang sesingkat ini,ternyata telah bertahun-tahun aku menjadi orang ketiga dalam hidupnya. Orang ketiga antara dia dengan kekasihnya yang lebih dahulu mewarnai hidupnya, mewarnai hari-harinya, menghapus tiap tetes kesedihannya, memandang lepas tiap gelak keceriaanya. Sedang aku hanyah benalu dalam hubungan mereka yang seberntar lagi akan menjalankan Sunnatullah.
 
Aku memilih mundur meski perih yang tiada tara. Setelah sekian waktu aku di bohongi, namun aku tak bisa berbohong bahwa sebenarnya aku tetap mencintainya dan mengikhlaskannya meski akan bersanding dengan siapapun asalkan dia bisa berbahagia. Namun, dia tak rela. Kehidupanku terjepit antara Cinta dan naluriku sebagai seorang laki-laki. Tekanan, ancaman mulai menghujamku dan mengahantui tiap jejak langkahku. Sekali waktu itu aku ceroboh hingga membuatnya mendapatkan perlakuan kasar dan mengalirkan air mata. Ku coba mengalah, tapi lagi-lagi egoku tak mampu meniggalkan isaknya.
Kekasihnya merajalela. Aku tak hanya membuat “dia” menangis, sahabat-sahabatku pun ikut mendapat Teror dari anak buaah kekasihnya. Dengan terpejam erat ku tegaskan padanya: “Ila maafkan aku, karena sangat menyayangimu… namun aku tak dapat mengorbankan keluarga dan sahabat-sahabatku. Semoga kau adalah jodohku di akhirat nanti. Terimakasih karena kau telah mewarnai hidupku dan membuatku sadar bahwa pengorbanan adalah sesuatu yang sangat pahit. Maafkan jika aku telah terlanjur mencintaimu dan tak dapat meminangmu lebih cepat dari Jhony. Semoga kau bahagia degannya. Doaku akan selalu bersamamu…”. Lalu kulantunkan lagu element maski liirih lewat telpon.
…sesungguhnya aku rela asalkan kau bahagia
Jalani hidupmu dengannya…
Namun sungguh ku tak rela karena engkau tersiksa
Biarkan cintaku menjagamu seumur hidupku…
Biarlah perih dari luka hati ini ku bawa pergi sejauh perjalanku menjelajahi pahit dan manisnya kehidupan bersama mimpi sejuta harapan…
Amin-ku selalu ku haturkan dalam akad nikahnya pagi itu…
“Selamat mas Jhon, milikilah hatinya. Pintaku, jangan biarkan ila mengalirkan air mata lagi apalagi saat indah saat ini.” Aku berjabat dengan kekasihnya yang kini telah sah sebagai Suaminya. Lama ku menunggu sambutan jabat dari Jhony, akhir nya diapun menyambut meski tersirat raut benci di garis-garis alisnya..
Aku hanya bisa menatap Ila yang terisak, aku hanya mampu tersenyum penuh kegetiran dan berbalik dengan langkah pasti bahwa akan ada nada cinta lain di luar sana yang lebih Hakk bagiku. Ya Allah, Betapa sempurnanya nikmat dan kasihMU…
Ku ikhlaskan segalanya untuk RidhoMu, namun jangan pernah tinggalkan aku.
….Kasihku, sampai disini kisah kita jangan tangisi keadaannya
Bukan karena kita berbeda,,,
Dengarkan, dengarkan lagu, lagu ini
Melodi rintihan hati ini….
Kisah kita berakhir di Januari…

Created by: sang pemimpi
Di peruntukkan: Masjhody jeLek in IAIN Sunan KaliJaga Yogyakarta

Tidak ada komentar: