Kamis, 07 Oktober 2010

RAHASIA BUNGA MATAHARI

Sahabat, apa yang harus aku lakukan. Tinggal hitungan jam aku akan ditinggalkan olehnya. Dia adalah pencuri waktu dan perhatianku. Apa yang harus aku lakukan setelah kepergiannya?. Ketakutan itu memuncak hari ini. Rasa takut yang sebenarnya merupakan kehawatiran rasa yang tak pasti. Fokusku luntur ketika melihat tatapannya yang selalu tertunduk. Senyumnya mengiris hatiku.

“Fah, ngapain aja. Serius banget. Awas lari tuh laptop, pagi-pagi dah kamu plototin kayak gitu?!”. Baru saja ku berpikiran tentangnya, tiba-tiba muncul mengagetkanku.
“Ah, enggak ini lagi ngeBlog. Sekalian cari rancangan Tugas Akhir. Kamu sendiri ngapain, Nga? Tumben kekampus jam segini? Biasanya kamu paling males hari jum’at kekampus?“. Sambutku.
“Ikut suami ambil SKL. Dia besok mau ke kota M. Tadi selesai makan aku diminta buat nemenin dia kekampus. Janjinya bentar, jadi aku ikut saja. Hehehe”

Begitu setianya dia pada suaminya. Padahal dia paling tidak suka keluar rumah pada hari jum’at. Tapi sepertinya paradigma itu sudah tak berbekas setelah pernikahannya tiga bulan yang lalu. Senyum khas ifah itu yang dulu selalu menemani hari-hariku. Saat suka maupun duka, dia adalah tempat aku berbagi. Tentang hidup yang sebenarnya begitu singkat dan tak bernilai dibandingkan Kerajaan Allah.

“oya, Besok wisuda. Berarti kamu ma suamimu g’ikut?”
“iya, lagian buat apa? Bukan tradisi Kita kan?”

Aku mengangguk. Aku teringat pada pemuda itu lagi. Apakah dia juga akan berpikiran dan berpemahaman sama dengan Bunga dan suaminya?. Aku menutup laptop, menghentikan aktivitas menulisku. Suaminya menjemput dan pamitan. Aku mengantarkannya sampai depan fakultas. “Sampai jumpa Bunga, semoga kebahagiaan selalu menyertaimu sekeluarga. Dan menjadi keluarga muslim yang sakinah mawadah wa rohmah. Amien.” Doaku dalam hati. Bunga melambaikan tangan dan melepas senyum damainya dari tongkat penopang tubuhnya yang tak sempurna fisik dan masuk ke mobil honda jaz milik suaminya.

Aku belajar banyak dari perjalanan hidup Bunga. Dia adalah seorang yang shalihah. Dia mengajarkanku tentang cinta sejati. Cinta yang bukan mencari kesempurnaan, melainkan mencintai dengan cara yang sempurna. Yah, itulah kunci sukses cintanya. 4 bulan lalu, tepat bulan juni kemarin di resmi di hitbah oleh seorang pemuda yang shaleh, pekerja keras yang memang telah mengagumi Bunga sejak awal masuk MA 7 tahun yang lalu. Miftahul khoiri, Seorang pemuda yang memiliki cinta sejati. Ketulusan cintanya, pernah diragukan oleh Bunga.

“aku takut dia hanya kasihan padaku, Fah. Kalu mau, dia bisa mendapatkan orang yang sempurna lahir bathin dibandingkan denganku. Bagaimana bisa aku orang yang dia pilih untuk merawatnya, jika aku sendiri tertatih. Aku akan menjadi beban baginya.” Tuturnya suatu hari ketika ku tanyakan perihal niatan kak miftah untuk menghitbahnya.
“Tapi kau juga harus jujur pada perasaanmu, Nga. Kau juga memiliki rasa padanya kan?” tanyaku sambil menatap dalam matanya yang sembab.
“Ifah, rasa itu cukup dengan doa. Semoga dia kan selalu bahagia, meski tidak denganku!?”

jawaban tersirat yang sempurna itu menggetarkan hatiku. Subhanallah, betapa sempurnanya tabi’at sahabatku ini. Kak miftah adalah pemuda yang aktif sejak MA di telah tergabung dalam perkembangan Remush dan tergabung dalam barisan penegak syaria’h khilafah hingga kini. Hanya dia dan Allah yang tau seberapa besar cintanya pada ifah. Bagaikan Bunga matahari, selam 7 tahun berlalu dia berjuang untuk islam dan cintanya dengan setia. Hingga pada akhirnya matahari itupun tenggelam dan kak miftah kini dengan semangat baru kembali kan melanjutkan misi utamanya setelah bidadari yang beriring dengan matahari itu kini setiap hari akan mewarnai tiap kelopak bunga hidupnya.

Sahabat, tentang dia, dibalik hati yang terhijab aku hanya mampu berdo’a semoga dia selalu bahagia, meski bukan aku orangnya. Aku juga tak tahu apa yang akan terjadi denganku esok. Mungkin saja aku akan berhenti menatapnya dan benar-benar melepaskannya. Karena aku bukanlah kak Miftah-mu yang begitu jujur. Aku terlalu takut. Takut pada kehawatiranku sendiri. Aku bagaikan orang asing dalam hatiku sendiri.

2 tahun yang lalu aku dipertemukan dengannya dalam sebuah amanah perjuangan. Mata yang berat itu selalu tertunduk. Aku belum memiliki rasa waktu itu. Yang ku tahu hanyalah, dia seorang pemuda yang dingin dan serius. Kejahiliaanku waktu itu membuatku menatap dalam sosok yang serius menerangkan tentang tugas yang akan ku emban. Aku mencoba menggali semua pertanyaan yang ada dibenakku akibat sugesti dari teman sebayaku yang benyak cerita tentangnya. Nihil, aku belum mampu menemukan apa-apa. Kesimpulanku sampai pada titik jawaban “dia seorang pemuda yang sulit untuk dibaca”. Siapakah sebenarnya makhluk ini?. Besambung...

Tidak ada komentar: